Harga Cabai dan Jengkol Turun Dorong Deflasi Sumbar pada November
Turun: Pedagang cabai di salah satu pasar tradisional di Padang, Penuurunan harga cabai pada bulan November 2025 dorong deflasi Sumbar.
Padang, Beritaone—Penurunan harga cabai merah pada November 2025 mendorong deflasi Sumbar 0,24% (mtm). Turunnya harga cabai merah didukung peningkatan pasokan dari panen lokal Sumbar dan dari daerah penyangga lainnya. Di sisi lain, laju inflasi yang lebih tinggi tertahan oleh peningkatan harga sejumlah komoditas pangan serta penguatan harga emas perhiasan.
Demikian disampaikan Kepala Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sumbar Mohammad Abdul Majid Ikram dalam siaran persnya, Selasa (2/12).
“Kelompok makanan, minuman, dan tembakau mencatatkan deflasi 0,90% (mtm) dengan andil -0,30%. Perkembangan tersebut dipengaruhi oleh penurunan harga cabai merah, jengkol, kentang, cabai hijau, dan cabai rawit. Harga cabai merah turun 9,96% (mtm) sejalan dengan peningkatan pasokan yang berasal dari panen lokal dan masuknya pasokan dari Sumatera Utara, Aceh, Jambi, dan Jawa,” ujarnya.
Harga jengkol turun seiring meningkatnya pasokan pascapanen dan merupakan bagian dari normalisasi setelah kenaikan harga pada Juni–Juli 2025. Sementara itu, turunnya harga kentang didukung oleh panen di sentra lokal. Di sisi lain, harga bawang merah meningkat 8,39% (mtm), dipengaruhi oleh peningkatan permintaan seiring upaya pemenuhan pasokan pada tingkat nasional. Harga bawang merah juga mengalami peningkatan seiring berlangsungnya periode tanam di daerah sentra yang berdampak pada berkurangnya pasokan ke pasar.
Dikatakana, deflasi lebih dalam tertahan oleh inflasi kelompok perawatan pribadi dan jasa lainnya sebesar 0,28% (mtm) dengan andil 0,02% yang masih didorong oleh peningkatan harga emas perhiasan sebesar 1,08% (mtm). Laju tersebut sejalan dengan pergerakan harga emas global yang melambat dibandingkan lonjakan pada bulan sebelumnya. “Perlambatan ini dipengaruhi oleh penguatan terbatas USD dan meredanya ketidakpastian kondisi perekonomian Amerika Serikat, tercermin dari indikator ekonomi yang lebih baik dari prakiraan,” jelasnya.
Kelompok perumahan, air, listrik, dan bahan bakar rumah tangga dan kelompok transportasi juga tercatat inflasi dengan andil masing-masing 0,02% terhadap inflasi November. Inflasi kelompok perumahan, air, listrik, dan bahan bakar rumah tangga didorong oleh berlanjutnya peningkatan harga sewa rumah. Sementara inflasi kelompok transportasi didorong oleh peningkatan harga mobil.
Secara spasial, lanjutnya, seluruh kabupaten/kota IHK di Sumatera Barat mengalami deflasi. Kabupaten Pasaman Barat mencatatkan deflasi terdalam sebesar -0,81% (mtm), Kabupaten Dharmasraya sebesar -0,49% (mtm), Kota Bukittinggi sebesar -0,46% (mtm), dan Kota Padang sebesar -0,02% (mtm). Deflasi di Kota Padang relatif terbatas meskipun harga cabai merah menurun seperti di daerah lain. Hal ini dipengaruhi oleh preferensi masyarakat yang lebih banyak mengonsumsi cabai Jawa yang kembali mengalami peningkatan harga pada November.
Secara kumulatif, perkembangan harga di Provinsi Sumatera Barat hingga November2025sebesar 3,62% (ytd), melampaui batas atas sasaran inflasi 2,5±1%.
“Untuk itu,Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) Sumatera Barat perlu terus melakukan penguatan strategi stabilisasi harga pangan khususnya pascabencana agar tetap terkendali. Dengan sinergi berbagai pihakyang terus diperkuat, TPID Sumatera Barat optimis program pengendalian inflasi panganakan berjalan efektif. Komitmen ini akan terus dijaga untuk memastikan inflasi Sumatera Barat tetapterkendali dalam rentang 2,5±1% (yoy) pada keseluruhan tahun 2025,” ucapnya. (bam)




