Diserbu: Masyarakat menyerbu pasar murah cabai di CFD Kantor Gubernur Sumbar Jalan Sudirman, beberapa waktu lalu. Kenaikan harga cabai menyumbang inflasi Sumbar September 2025.
Padang, Beritaone—Cabai
merah kembali memicu inflasi Sumbar. Kenaikan harga cabai merah pada September
2025 menyumbang inflasi Sumbar 0,85% (mtm). Kenaikan ini dipengaruhi oleh
menurunnya produksi lokal serta terbatasnya pasokan dari luar provinsi. Selain
itu, inflasi juga didorong oleh kenaikan harga emas perhiasan dan biaya
akademi/perguruan tinggi. Namun, laju inflasi yang lebih tinggi dapat tertahan
oleh penurunan harga beberapa komoditas pangan, khususnya kelompokhortikultura.
Demikian
dikatakan Deputi Kepala Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sumbar Andy Setyo
Biwodo dalam press relisnya Rabu (8/10).
“Dari sisi
kelompok, lanjutnya, penyumbang inflasi terutama berasal dari kelompok makanan,
minuman, dan tembakau yang mencatatkan inflasi 2,02% (mtm) dengan andil 0,68%.
“Hal ini
disebabkan oleh turunnya pasokan cabai merah, cabai hijau, cabai rawit, ikan
cakalang/ikan sisik, dan daging ayam ras.Harga cabai merah naik 54,50% (mtm)
dampak berkurangnya pasokan dari sentra produksilokal Sumatera Barat maupun
daerah sekitar, seperti Sumatera Utara dan Aceh, karena musim kering yang lebih
panjang,” ujarnya.
Sementara
itu, kenaikan harga daging ayam ras dipengaruhi oleh meningkatnya harga pakan
ternak. Di sisi lain, harga bawang merah justru turun 18,36% (mtm) sejalan
dengan meningkatnya produksi lokal dan masuknya musim panen di berbagai sentra
nasional.
Selanjutnya,
kelompok perawatan pribadi dan jasa lainnya inflasi 2,15% (mtm) dengan andil
0,11% yang didorong oleh peningkatan harga emas perhiasan sebesar 7,74%
(mtm)sejalan dengan penguatan harga emas global. Pemangkasan suku bunga The Fed
dan instabilitas kondisi geopolitik menjadi penyebab penguatan harga emas.
“Kelompok
pendidikan juga mendorong inflasi dengan andil 0,01% terhadap inflasi
September. Kondisi tersebut didorong oleh peningkatan biaya akademi/perguruan
tinggi sejalan dengan tahun akademik baru,” ulasnya.
Secara
spasial, seluruh kabupaten/kota IHK di Sumatera Barat mengalami inflasi. Kabupaten
Pasaman Barat mencatatkan yang inflasi tertinggi sebesar 1,64% (mtm), Kota
Bukittinggi 1,32% (mtm), Kabupaten Dharmasraya 0,95% (mtm), dan Kota Padang
0,54% (mtm). Realisasi tersebut disebabkan oleh peningkatan harga sejumlah
komoditas pangan strategis, khususnya cabai merah, yang terjadi di seluruh
daerah sampel.
Secara
kumulatif, perkembangan harga di Provinsi Sumatera Barat hingga September 2025sebesar
3,46% (ytd).
“Tim Pengendalian
Inflasi Daerah (TPID) Sumatera Barat senantiasa berkomitmen menjaga stabilisasi
laju inflasi agar tetap terkendali dan berada dalam rentang sasaran,” ucapnya.
Berdasarkan
hasil High Level Meeting TPID Sumatera Barat pada 2 Oktober 2025, disepakati
beberapa upaya pengendalian inflasi, antara lain: Intensifikasi GPM di seluruh
kabupaten/kota melalui realisasi perluasan penyelenggaraan pasar murah. Kemudian
memperkuat komunikasi publik yang efektif melalui penyebaran informasi jadwal
pasar murah/GPM se-Sumatera Barat melalui media cetak, online, dan media
sosial. Menjaga kecukupan pasokan di masing-masing daerah, salah satunya dengan
memperkuat Kerjasama Antar Daerah intra provinsi Sumatera Barat. Menghidupkan
kembali gerakan tanam cabai di pekarangan serta memperkuat koordinasi
pengendalian inflasi antar instansi melalui penyelenggaraan rapat koordinasi
TPID di tingkat provinsi dan kabupaten/kota.(rel)